Syirkah Dan Macam Macamnya
I. Pengertian syirkah
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Maksud percampuran disini adalah seseorang yang mencampurkan hartanya dengan harta (atau amal) orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.[1]
Menurut istilah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih ubtuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana, dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[2]
II. Dasar hukum
1. Al-Quran.
tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ß¼ãr#y $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ
Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
* öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3t £`ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$2 Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB z`ò2ts? 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur úüϹqã !$ygÎ/ ÷rr& &úøïy 4 Æßgs9ur ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6t öNä3©9 Ós9ur 4 bÎ*sù tb$2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur cqß¹qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïy 3 bÎ)ur c%x. ×@ã_u ß^uqã »'s#»n=2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%2 usYò2r& `ÏB y7Ï9ºs ôMßgsù âä!%2uà° Îû Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur 4Ó|»qã !$pkÍ5 ÷rr& Aûøïy uöxî 9h!$ÒãB 4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÎ=ym ÇÊËÈ
Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
2. Al-Hadits
Adapun yang dijadikan dasar hukum syirkah oleh para ulama adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu dawud dari Abu huraira dari Nabi SAW bersabda:
“Allah ‘Azza wa jalla berfirman: aku jadi orang ketiga antara dua orang yang bersekutu selama yang satu tidak berkhianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat kepada pihak lain, maka keluarlah aku darinya.”
III. Rukun dan Syarat syirkah[3]
1. Rukun Syirkah
Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama, mernurut ulama hanafiyah bahwa rukun syrkah ada dua, yaitu (1)ijab dan (2)qobul, sebab ijab dan qobul(akad) yang menentukan adanya syirkah.
Sedangkan dijelaskan pula oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun syirkah terbagi tiga, yaitu (1)dua pihak yang berserikat, (2)shigat, dan (3)objek akad syirkah baik harta maupun kerja.
2. Syarat syirkah
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut hanafiyah dibagi menjadi empat bagian berikut ini.
2.1. Sesuatu yang berkaitan dengan bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu; a) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengan, sepertiga, dll.
2.2. Sesuatu yang berkaitan dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkarayang harus dipenuhi yaitu, a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal , rupiah, b) yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
2.3. Sesuatu yang berkaitan dengan syirkah mufawadhah, bahwa dalam muwafadhah disyaratkan a) modal (pokok harta) dalam syirkah muwafadhah harus sama, b)bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, c) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
2.4 Adapun syarat yang berkaitan dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah muwafadhah.
Menurut malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, pintar(ruysd).
Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal.
IV. Macam-macam syirkah
syirkah terbagi atas dua macam, yaitu Syirkah milk dan Syirkah uqud:
a. Syirkah Milk
Syirkah Milk adalah kerja sama dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad syirkah. Seperti karena adanya wasiat atau warisan yang mengakibatkan suatu aset atau usaha dimiliki oleh dua orang atau lebih.
b. Syirkah ‘Uqud
Syirkah Uqud merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Syirkah Uqud mempunyai empat bentuk, yaitu :
1. Syirkah ‘inan
1. Syirkah ‘inan
Adalah kerjasama antara 2 orang dalam harta milik untuk berdagang bersama-sama dan membagi laba dan kerugian bersama-sama pula. Para ulama fiqih sepakat membolehkan perkongsian jenis ini. Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam menentukan persyaratannya sebagaimana mereka berbeda pendapat dalam memberikan namanya. Perkongsian ini banyak dilakukan karena tidak disyaratkan adanya kesamaan dalam modal dan pengolahan (tasharruf).
Boleh saja modal satu orang lebih banyak dibandingkan yang lain, sebagaimana dibolehkan juga seseorang bertanggung jawab sedang yang lainnya tidak.
Begitu juga dalam bagi hasil, dapat sama dan dapat juga berbeda tergantung persetujuan yang mereka buat sesuai dengan syarat. Dan kerugian didasarkan pada modal yang diberikan sebagaimana disyaratkan dalam kaidah : “Laba didasarkan pada persyaratan yangditetapkan berdua, sedangkan kerugian atau pengeluaran didasarkan padakadar harta keduanya”.
Begitu juga dalam bagi hasil, dapat sama dan dapat juga berbeda tergantung persetujuan yang mereka buat sesuai dengan syarat. Dan kerugian didasarkan pada modal yang diberikan sebagaimana disyaratkan dalam kaidah : “Laba didasarkan pada persyaratan yangditetapkan berdua, sedangkan kerugian atau pengeluaran didasarkan padakadar harta keduanya”.
2. Syirkah mufawidhah
Arti mufawidhah menurut bahasa adalah persamaan. Dinamakan mufawidhah karena harus ada kesamaan dalam modal, keuntungan dan kerja. Syirkah mufawidhah adalah akad 2 orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, penentuan bagi keuntungan dan pengolahan (kerja). Ulama Hanafiyah membolehkan perkongsian semacam ini berdasarkan hadits, Rasulullah Saw bersabda, “Samakanlah modal kalian sebab hal itu lebih memperbesar barakah”. Ulama Malikiyah membolehkan jenis perkongsian ini, dengan pengertian yang dikemukakan Hanafiyah di atas. Mereka membolehkan perkongsian ini dalam pengertian bahwa masing-masing yang melangsungkan akad memiliki kewenangan atau kebebasan dalam mengolah modal tanpa membutuhkan pendapat sekutunya.
Akan tetapi ulama Syafi’iyah, Hanabilah dan kebanyakan ulama fiqih lain menolaknya dengan alasan bahwa perkongsian semacam ini tidak dibenarkan oleh syara’. Di samping itu, untuk merealisasikan adanya kesamaan sebagai syarat dalam perkongsian ini sangatlah sulit dan mengundang unsur gharar (penipuan). Ulama Syafi’i berkata, “Seandainya perkongsian mufawidhah dikatakan tidak batal, tidak ada kebatalan yang aku tahu di dunia.” Adapun hadits yang disebutkan di atas tidak dikenal (gharar ma’ruf) dan tidak diriwayatkan oleh para ahli hadits ashab sunan (ulama pengarang kitab sunan). Bahkan hadits di atas tidak dimaksudkan dalam masalah akad semacam ini”.
3. Syirkah abdan (a’mal)
Perkongsian a’mal adalah persekutuan dua orang atau lebih untuk menerima suatu pekerjaan yang akan dilakukan bersama-sama. Kemudian keuntungan dibagi di antara keduanya dengan menetapkan persyaratan tertentu. Perkongsian jenis ini terjadi, misalnya di antara dua orang penjahit, tukang besi dan lain-lain. Perkongsian ini disebut juga dengan perkongsian shana’idan taqabbul. Perkongsian ini dibolehkan oleh ulama Malikiyah dan Hanabilah. Menurut ulama Malikiyah, pembagian keuntungan harus sesuai dengan kadar pekerjaan dari orang yang bersekutu. Ulama Hanabilah membolehkan perkongsian jenis ini sampai pada hal-hal yang mubah seperti pengumpulan kayu bakar, rumput dan lain-lain. Hanya saja mereka dilarang kerja sama dalam hal makelar.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah jenis ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada pekerjaan dan tidak pada harta. Alasan lain bahwa perkongsian dalam pekerjaan mengandung unsur penipuan sebab salah seorang yang bersekutu tidak mengetahui apakah temannya berkerja atau tidak. Selain itu, kedua orang tersebut dapat berbeda dalam segi postur tubuh, aktivitas dan kemampuannya.
Begitu juga dilarang bahkan mubah menurut Hanafiyah perkongsian dalam pekerjaan seperti mencari kayu, berburu dan lain-lain sebab perkongsian seperti ini mengandung unsur perwakilan tidak sah dalam perkara mubah sebab kepemilikannya dengan penguasaan.
Begitu juga dilarang bahkan mubah menurut Hanafiyah perkongsian dalam pekerjaan seperti mencari kayu, berburu dan lain-lain sebab perkongsian seperti ini mengandung unsur perwakilan tidak sah dalam perkara mubah sebab kepemilikannya dengan penguasaan.
4. Syirkah wujuh
Perkongsian wujuh adalah bersekutunya dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang secara tidak kontan dan akan menjualnya secara kontan, kemudian keuntungan yang diperoleh dibagi di antara mereka dengan syarat tertentu.
Penamaan wujuh karena tidak terjadi jual beli secara tidak kontan jika keduanya tidak dianggap sebagai pemimpin dalam pandangan masyarakat. Perkongsian ini pun dikenal sebagai bentuk perkongsian karena adanya tanggung jawab bukan karena modal atau pekerjaan.
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan jenis perkongsian ini sebab mengandung unsur adanya perwakilan dari seseorang kepada partnernya dalam penjualan dan pembelian. Keduanya dibolehkan untuk mendapatkan keuntungan masing-masing ½ atau lebih dari ½ sesuai dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak. Keuntungan harus diukur berdasarkan tanggung jawab, tidak boleh dihitung melebihi kadar tanggungan masing-masing. Pendapat ini antara lain didasarkan pada hadits, Rasulullah Saw bersabda, “(Bagian) orang-orang Islam bergantung pada syarat yang mereka (sepakati)”. Adapun ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa perkongsian semacam ini batal (tidak sah) dengan alasan tidak memiliki unsur modal dan pekerjaan yang harus ada dalam suatu perkongsian.
Selain itu, perkongsian jenis ini akan mendekatkan pada munculnya unsur penipuan sebab perkongsian mereka tidak dibatasi oleh pekerjaan tertentu.
Selain itu, perkongsian jenis ini akan mendekatkan pada munculnya unsur penipuan sebab perkongsian mereka tidak dibatasi oleh pekerjaan tertentu.
V. Ketentuan umum pembiayaan musyarakah[4]
1. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dilaksanakan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak boleh melakukan tindakan seperti:
a. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
b. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnya.
c. Memberi pinjaman kepada pihak lain.
d. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
· menarik diri dari perserikatan
· Meninggal dunia
· Menjadi tidak cakap hukum
2. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan, sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
3. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proye selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
VI. Mengakhiri syirkah[5]
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal seperti berikut.
1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya, sebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabiola salah satu pihak tidak menginginkannya lagi. Hal ini menunjukkan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta), baik karena gila maupun karena alasan lainnya.
3. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahi waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang bersangkutan.
4. Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah. Pendapat ini dikemukakan oleh mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Hanafi berpendapat bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
6. Modal anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi pencampuran harta hingga hingga masih dapat dipisah-pisahkan lagi, maka yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri. Apabila harta lenyap setelah terjadi pencampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi, maka menjadi resiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan, menjadi resiko bersama. Apabila masih ada sisa harta, syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang masih ada.
VII. Aplikasi dalam lembaga keuangan syari’ah.[6]
a. Pembiayaan proyek
Al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Modal ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah ditetapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Grafindo Perkasa, 2007), hlm. 125.
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 90.
[3] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Grafindo Perkasa, 2007), hlm. 127-128.
[4] Adiwarman Karim, bank islam, (IIIT Indonesia: jakarta, 2003), hlm. 91.
[5] Hendi Suhendi, fiqh muamalah, (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 133-134.
[6] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 93.
Label: Makalah Jurusan AS
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda